Pengaruh Tradisi Pesantren Terhadap Pola Kemandirian  

Posted by: Sophie Mauliedia

1. Tinjauan Tentang Tradisi Pesantren
A. Riwayat Timbulnya Pesantren
Mula-mula ada orang yang mutafaqquh fiddien. Beliau adalah penduduk asli tempat tersebut yang sengaja datang untuk mengamalkan ilmunya, menyebarkan agama islam setelah beberapa waktu. Orang-orang mulai mengetahui bahwa orang yang mutafaqquh fiddien tersebut memilki kelebihan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang yaitu kelebihan dalam berbagai bidang. Maka dengan penuh keramahan dan suka cita, beliau menyambut kedatang orang-orang tersebut dan berusaha untuk memberikan bimbingan, pendidikan dan pengajaran islam yang mereka butuhkan. Orang-orang tersebut dikenal dengan sebutan kyai.
Semula, para santri yang datang diterima dan ditampung dirumah kyai sendiri, tapi makin lama makin banyak orang yang datang dengan maksud dan tujuan yang sama, sehingga mereka tidak dapat ditampung lagi dirumah kiyai. Maka timbullah inisiatif dari para santri untuk medirikan masjid atau langgar untuk tempat para santri belajar dan beribadah, serta pondokan untuk tempat para santri bermalam dan beristirahat.
Pondok-pondokan tersebut terus bertambah seiring dengan tambahnya para santri yang datang. Akhirnya sesuai dengan bantuan dari masyarakat berkembanglah pemukiman tersebut menjadi semacam kampus, tempat beribadah dan mencari ilmu bagi para santri dan kyai sebagai sentralnya yang menjadi panutan bagi para santri dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Itulah sebabnya tempat tersebut kemudian dikenal dengan istilah pondok pesantren.  


B. Nilai-Nilai Dasar Pondok Pesantren
        Menurut KH. Moh Idris Jauhari dalam bukunya yang berjudul “Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar Dipesantren”bahwa sanya pondok pesantren memiliki nilai-nilai dasar yang menjadi bingkai segala hal    yang dilakukannya. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
            1.      Nilai-nilai Dasar Agama Islam
Pondok pesantren pada hakikatnya adalah sebuah lembaga keisalaman yang timbul atas dasar dan untuk tujuan keislaman. Karena itu, keberadaan pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dari konteks dan misi dakwah islamiyah, karena pesantren itulah yang paling menentukan dan yang memegang peranan penting bagi penyebaran islam sampai pelosok.
2.       Nilai-nilai Budaya Bangsa
      Pondok pesantren merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang bentuk dan system pendidikannya hanya ada dan dikenal di Indonesia dan tidak terdapat dibelahan Negara lainnya, bahkan di Negara-negara arab tempat lahirnya agama islam itu sendiri tidak mengenal adanya lembaga pondok pesntren.
3.       Nilai-nilai Pendidikan
Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai watak utama yaitu sebagai lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas, karena pesantren memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi lembaga pendidikan lainnya, seperti madrasah atau sekolah. Karena itu, nilai-nilai dasar pendidikan senantiasa menjadi landasan dan sumber acuan bagi seluruh kegiatan sehari-hari di pesantren.
4.       Nilai-nilai Perjuangan dan Pengorbanan
      Tugas-tugas dipesantren adalah suatu perjuangan berat yang membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, lahir maupun batin. Maka tidak heran jika pesantren-pesantren lama banyak yang berlokasi di desa-desa terpencil. Dengan tujuan untuk menjauhi segala hal yang bisa merusak akidah dan akhlaq baik langsung maupun tidak langsung. Sehingga tidak sedikit dari para kyai dan santrinya yang mati syahid sebagai kusuma bangsa dimedan peperangan karena perjuangan dan pengorbanan mereka selalu menjadi landasan mereka dalam kegiatan sehari-hari.  
C. Elemen-elemen Pesantren
   Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kyai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren, ini berarti bahwa suatu lembaga pengajaran yang berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.
1.            Pondok
               Asrama bagi santri merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan hanya dengan system pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang dikebanyakan wilayah islam di Negara-negara lain.
               System pondok bukan saja merupakan elemen paling penting dari tradisi pesantren. Tapi juga penompang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang meskipun keadaan pondok sangat sederhana dan penuh sesak. Namun, anak-anak muda yang berasal dari pedesaan dan baru pertama kali meninggalkan desanya untuk melanjutkan pelajaran disuatu wilayah yang baru itu tidak perlu mengalami kesukaran dalam tempat tinggal atau penyesuaian diri dengan lingkungan sosial yang baru.    
2.      Masjid
               Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri ataupun santriwati terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, sembahyang jum’at dan pengajaran kitab-kitab klasik.
               Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari system pendidikan islam tradisional . Dengan kata lain kesinambungan system pendidikan islam yang berpusat pada masjid sejak masjid al-qubba didirikan dekat madinah pada massa nabi Muhammad SAW tetap terpancar dalam system pesantren. Sejak zaman nabi ini masjid menjadi pusat pendidikan islam, bahkan pada zaman sekarang pun didaerah dimana umat islam belum begitu terpengaruh oleh kehidupan barat, banyak para ulama yang dengan penuh pengadian mengajar murid-muridnya di masjid, serta memberi anjuran kepada murid-murid  tersebut untuk meneruskan tradisi yang terbentuk sejak zaman permulaan islam itu. 
3.     Santri
               Zamakhsyari Dhofier  dalam bukunya yang berjudul Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,, terdapat 2 kelompok santri :
a)            Santri mukim yaitu Santri atau santriwati yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal ssdipesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memiliki tanggung jawab mengurusi pesantren sehari-hari.
b)            Santri kalong yaitu Santri atau santriwati yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dipesantren, untuk mengikuti pelajaran dipesantren mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri.
4.    Pelajaran Kitab-kitab Islam Klasik
               Para santri yang bercita-cita ingin menjadi ulama, mengembangkan keahliannya dalam bahasa arab melalui system sorogan dalam pengajian sebelum mereka pergi kepesantren untuk mengikuti system  bandongan.
               Sekarang meskipun kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan pesantren. Namun pengajaran kitab-kitab islam klasik tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren mendidik calon-calon ulama yang setia kepada faham islam.
               Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan dipesantren dapat digolongkan kedalam delapan kelompok : 1. Nahwu dan Sorrof, 2. Fiqih, 3. Usul fiqih, 4. Hadits, 5. Tafsir, 6. Tauhid, 7. Tasawwuf dan Etika dan 8. Cabang-cabang lain, kesemuanya ini dapat pula digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu : 1. Kitab-kitab dasar, 2. Kitab-kitab tingkat menengah, 3. Kitab-kitab besar.
5.     Kyai
               Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren ia sering kali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya.
               Menurut asal-usulnya perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai  untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yatu :
a)      Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat
b)      Gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya
c)      Gelar diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab islam klasik kepada para santrinya, selain gelar kyai ia juga sering disebut seorang alim.
      Para kyai dengan kelebihan pengetahuannya dalam islam sering kali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan tuhan dan rahasia alam, sehingga denga demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakn symbol kealiman yaitu kopyah dan sorban.  
D. Macam-macam Tradisi Pesantren
Pesantren memiliki bermacam-macam tradisi yang dari tradisi tersebut dapat membentuk kemandirian seorang santri ataupun santriwati dalam kepribadiannya, secara garis besar tradisi pesantren tersebut adalah:
a.       Hidup Dalam Suasana Kebersamaan
            kebersamaan melupakan kesedihan, bagaimana tidak santriselalu bersama-sama mulai dari makan, minum, mandi, mencuci, sekolah, belajar, sampai ke tidurpun selalu besama. Meskipun harus mengantri mereka tidak perduli karena, bagi santri ataupun santriwati yang penting bersama.
               Dari kebersamaan itu pula mereka dapat mengambil banyak hikmah dan pelajaran, antara lain :
1. Jiwa sosialis
                     Artinya santri ataupun santriwati berlatih sebisa mungkin untuk berusaha mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
2 . Kasih sayag
                     santri ataupun santriwati bisa merasakan perasaan orang lain. Kasih sayang juga akan menjadikan santri ataupun santriwati : jauh dimata dekat dihati.
3.   Persatuan abadi
Union Is strengeh “ juga dalam semboyan “unted we stand, divided we fall”. Dapat diibaratkan pula dengan sapu. Jika hanya satu helai lidi digunakan untuk membersikan kotoran tidak akan bisa untuk menyelesaikannya. Beda dengan satu ikat sapu lidi, maka dengan mudah sekali membersikan kotoran yang ada.
 4. Membekas
                     Ternyata dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari hasil bersama akan lebih membekas dihati atau lebih terasa dari pada hanya dilakukan seorang diri.
5.  Sikap dewasa
                     Dari sini santri ataupun santriwati akan berlatih selalu menjaga perasaan orang lain dan berlatih berani bertanggung jawab atas segala sesuatu yang mereka perbuat.
6.  Satu rasa
                     santri ataupun santriwati tidak akan rera melihat teman mereka dalam kesulitan, sedangkan kita dalam kesenangan.   
         b.  Pengajian Dasar
                 Pengajian dasar di rumah-rumah, di langgar dan di masjid diberikan secara individual, seorang santri atau santriwati mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris Al-Qur’an atau kitab-kitab bahasa arab dan menerjemahkannya. Pada gilirannya santri atau santriwati mengulang dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan gurunya. System penerjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga para santri atau santriwati diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa arab. Dengan demikian para santri atau santriwati dapat belajar tata bahasa langsung dari kitab-kitab tersebut, santri dan santriwati diharuskan menguasai pembacaan dan terjemahan tersebut secara tepat dan hanya bisa menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya, para guru pengajian dalam taraf ini selalu menekankan kualitas dan tidak tertarik untuk mempunyai santri atau santriwati lebih dari tiga ataupun empat, jika dalam seluruh hidup guru tersebut berhasil menelorkan sekitar sepuluh santri ataupun santriwati yang dapat menyelesaikan pengajian dasar ini dan kemudian melajutkan pelajaran dipesantren, ia akan dianggap sebagai seorang guru yang berhasil.
                  System individual ini dalam system pendidikan islam tradisional disebut system sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada santri atau santriwatinya yang telah menguasai pembacaan Al-Qur’an. System sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan system pendidikan islam tradisional, sebab system ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari santri ataupun santriwati. Kebanyakan santri atau santrwati pengajian dipedesaan gagal dalam pendidikan dasar ini. Disamping itu banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya dipesantren. Sebab pada pada dasarnya hanya santri atau santriwati yang telah menguasai system sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari system badongan dipesantren, karena system sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang santri atau santriwati yang bercita-cita menjadi orang alim.    
         c.  System Ijazah                       
        Dalam tradisi pesantren dikenal pula system pemberian ijazah tetapi bentuknya tidak seperti yang kita kenal dalam system modern, ijazah model pesantren itu berbentuk pecantuman nama dalam suatu daftar rantai transmisi pengetahuan yang dikeluarkan oleh gurunya terhadap santri atau santriwatinya yang telah menyelesaikan pelajarannya denga baik tentang suatu buku tertentu sehingga santri atau santriwati tersebut dianggap menguasai dan mengajarkanya kepada orang lain. Tradisi ijazah ini hanya dikeluarakan untuk santri atau santriwati tingkat tinggi dan hanya mengenal kitab-kitab besar.
        Para santri atau santriwati yang telah mencapai suatu tingkatan pengetahuan tertentu tetapi tidak dapat mencapai ketingkat yang cukup tinggi disarankan untuk membuka pengajian, sedangkan yang memiliki ijazah biasannnya dibantu untuk mendirikan pesantren. Hubungan antara guru dan santri atau santriwati adalah sedemikian rupa sehingga anjuran-anjuran yang diberikan oleh sang guru dianggap oleh santri atau santriwati sebagai perintah yang mutlak harus dikerjakan.
E. Tipe Pendidikan Pesantren
         Tidak semua peasantren mengalami perubahan yang sama. Kini telah berkembang bermacam-macam tipe pendidikan pesantren yang masing-masing mengikuti kecenderungan yang berbeda-beda secara garis besar, lembaga-lembaga pesantren pada dewasa ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
a.   Pesantren Salafi
               Pesantren tipe ini merupakan pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikan dipesantren.
              System madrasah diterapkan untuk mempermudah system sorogan yang dipakai dalam pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Masih banyak pesantren yang mengikuti pola ini, yaitu : pesantren Liboyo dan Ploso di Kediri, pesantren Maslakul huda di Pati dan pesantren Tremes di Pacitan.
b.   Pesantren Khalafi
                  Merupakan sebuah pesantren yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkannya atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.
                  Pondok modern Gontor tidak lagi mengajarkan lagi kitab-kitab islam klasik. Pesantren-pesantren besar, seperti Tebuireng dan Rejoso di Jombang telah membuka SMP, SMA dan Universitas dan sementara itu tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab islam klasik. 

A.    2. Tinjauan Tentang Kemandirian
A.           A.Kepribadian mandiri
               Kepribadian atau personality berasal dari kata persona yang berarti masker atau topeng, maksudnya apa yang tampak secara rahir tidak selalu mengambarkan sesungguhnya (dalam batinnya) kepribadian adalah semua corak prilaku dan kebiasan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk beraksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang . perkembangan kepribadian tersebut besifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya (Depkes,1992).
               Pada lansia yang sehat kepribadiannya tetap berfungsi dengan baik, kecuali kalau mereka mengalami gangguan kesehatan jiwanya atau tergolong patologik. Sifat kepribadian seseoang sewaktu muda akan nampak lebih jelas setelah memasuki lansia, sehingga masa muda diartikan sebagai karikatur kepribadian lansia. Dengan memahami kepribadian lansia tentu akan memudahkan masyarakat secara umum dan anggota keluarga lansia tersebut secara khusus, dalam memperlakukan lansia dan sangat berguna bagi kita dalam mempersiapkan diri jika suatu hari nanti memasuki masa lansia.
Bb.    B. Tipe Kemandirian
                           Model kepribadian tipe ini sejak masa muda dikenal sebagai orang yang aktif dalam pergaulan sosial, senang menolong orang lain, memilki penyesuain diri yang cepat dan baik, banyak memiliki kawan yang dekat namun, sering menolak pertolongan atau bantuan orang lain. Tipe kepribadian ini seolah-olah pada dirinya memiliki prinsip “jangan menyusahkan orang lain, tetapi menolong orang lain itu penting jika mungkin segala keprerluannya diurus sendiri, baik keperluan sekolah, pakaian sampai mencari pekerjaan dan mencari pasangan adalah urusan sendiri begitu juga setelah bekerja, dalam dunia kerja ia sangnat mandiri dan sering menjadi pimpinan karena aktif dan dominan. Prilakunya yang aktif dan tidak memiliki pamrih justru memudahkan gerak langkahnya, biasanya ia sudah memperoleh fasilitas atau kemudahan-kemudahan lainnya sehingga karirnya cukup menonjol apalagi jika ditunjang pendidikan yang baik, maka akan mengantarkan modal kepribadian yang mandiri jadi pimpinan atau manajer yang tangguh.
C. Pola hidup mandiri
a. Kemandirian dipesantren
                    Banyak cara yang ditempuh para pendidik dalam menanamkan semangat hidup mandiri. Diantaranya, melalui pelajaran PPKN dan kegiatan pramuka. Menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan RI, banyak sekolah mengadakan perkemahan pramuka. Aktifitas ini antara lain dimaksudkan untuk memumupuk sikap patriolisme, nasionalisme, dan membentuk sikap kemandirian siswa serta mengajak siswa untuk melakukan refleksi terhadap perjuangan para pahlawan ketika merebut bumi pratiwi.
                    Disisi lain disadri atau tidak, pesantren telah melakukan proses kehidupan yang mandiri walau tanpa konsep dan teori seperti yang termaktup dalam kepramukaan. Ditilik dari hidup keseharian, bisa dikatakan para santri justru sejak dini berlatih untuk hidup mandiri.
                    Dalam kehidupan sehari-hari santri dituntut untuk melakukan proses kemandirian hidup, seperti beraktifitas secara nurani, melaksanakan kegiatan ekonomi serta membangun solidaritas yang tinggi.
                    Dalam melakukan aktifitas sehari-hari, santri harus memiliki kesadaran sendiri. Para santri hidup lepas dari pantauan orang tua. Pesantren mengajarkan bahwa dalam melakukan harus berangkat dari kesadaran sendiri, tanpa pamri, serta lepas dari tekanan pihak lain seklipun orang tuanya.
                    Di pesantren, santri juga terbiasa mengelolah keungannya sendiri. Berbekal uang saku dari orang tua, mereka dituntut mampu untuk mengelolah uang sakunya agar bisa mencukupi seluruh kebutuhannya baik makanan, pakaian, pendidikan dan kebutuhan hidup lainnya. Pesantren memberikan pengalaman hidup hemat dan memakai uang secara serba guan kepada para peserta didik.
                    Di pesantren, mereka juga terbiasa solidaritas yang tinggi. Para santri itu mempunyai budaya yang beragam untuk itu, para santri harus mampu melepasakan sekaligus melebur budayanya seta menyesuaikan diri dengan gaya hidup dipesantren itu. Dalam kondisi terseut, solidaritas diimplementasikan.
                    Sebagai satuan pembelajaran, syeh Al-Malibali dalam kitabnya menerangkan bahwa membela Negara merupakan sebuah keharusan bagi setiap warga Negara dan tidak bisa ditinggalkan (Al-Mali bari, Fath Al-mukmin, 113), selain itu, ada hadist nabi yang menyatakan, “mencintai Negara merupakan bagian dari keimanan”. Disamping pendidikan patriotisme, pesantren juga mengajarkan tentang pentingnya meningkatkan sikap nasionalisme. Dalam kitab suci Al-Qur’an termaktub larangan menyepelekan atau mengejek orang lain. Sebab, orang melemahkan atau mengejek orang tersebut belum tentu lebih baik dari mereka yang diejek (Q.S. Al-Hujarot).
                    Dengan demikian, sebelum dunia sekolah gencar memberikan pendidikan tentang arti pentingnya patriotisme, nasionalisme, serta hidup mandiri, pesantren telah lebih awal memberikan wawasan tersebut kepada para peserta didiknya.
b. Pelatihan hidup mandiri
Ada dua alasan bagi para santri untuk mengelolah sendiri kegiatan sehari-harinya. Pertama, peraturan-peraturan pondok dan jadwal sehari-hari yang sangat ketat berarti santri tinggal ikut kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan jadwal untuk hari tertentu maka tidak susah untuk dikelolah
Kedua, pelajaran ketermpilan kepemimpinan yang diperkenalkan lewat organisasi santri. Dengan adanya santri sebagai pemimpin, rasa saling hormat diantara anak kelas bawah dan anak kelas atas harus tinggi dan memang begitu yang tercipta disebuah pesantren.
Aspek lain kehidupan sehari-hari dipesantren adalah kurang banyak keragaman dalam kegiatan yang bisa dilakukan selama waktu istirahat dan kurang banyak kesempatan untuk bergaul dengan orang diluar pondok.
Kegiatan-kegiatan dasar yang memenuhi hari-hari para santri di pesantren pada umumnya bisa dikelompokkakn kedalam empat bagian, yaitu :
1. kegiatan pribadi
2. Kegiatan balajar
3. kegiatan sembahyang
4. kegiatan ekstrakulikuler.
Kesimpulan
Pengaruh Tradisi Pesantren Terhadap Kemandirian  
1.  Membentuk contructive personality atau independent personality
            Tradisi pesantren merupakan salah satu alat untuk mencetak kepribadian yang aktif dan dinamis dalam    pergaulan sosial, yang mana pondok membentuk sebuah program yang dapat melatih santri agar mempunyai kepribadian mandiri, khusunya nanti setelah terjun kemasyarakat.
            Dengan  tradisi pesantren ini santri dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan pola kehidupan.
2.   Menanamkan sikap patriotisme dan nasionalisme
            Dengan tradisi pesantren ini pula akan tertanam dari diri santri dan santriwati sikap patriotisme dan nasionalisme yang mana santri merupakan kaum yang pertama kali dicekoki denga paham patriotisme dan nasionalisme. Karena penanaman sikap yang demikian ini merupakan program yang harus ditanamkan pada santri atau santriwati sebagi tunas bangsa.
            Oleh karena itu, santri atau santriwati harus mampu bertindak sesuai dengan hati nuraninya dan mampu membangun rumah tangga tanpa harus tergantung pada orang lain.    

DAFTAR PUSTAKA
1.   Al-Qur’an Surah Al-hujarot
2.   Depkes, 1992
3.   Dhofier, Zamakhsyari,  1994, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta.
4.   Hasbullah, Drs., 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (hl 149)
5.   Jauhari Idris, Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar Dipesantren, Al-Amien Printing
6. Istiqro’ , Kajian Penelitian agama
7. KBBI, Pustaka Phoinix, Jakarta Barat : 2007
12. Kuntjoro, Zainuddin, Sri, Memahami Kepribadian Lansia Kategori Lanjut Usia,   Jakarta, 4/9/2002
13. KIP, Pustaka Phoinix, Jakarta Barat : 1994

14. Walsh Mayra, STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN MODERN PUTRI DARUR RIDWAN’ PARANGHARJO, BANYUWANGI, Studi Lapangan : 2002 

This entry was posted on 23.02 . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar